Selasa, 10 Oktober 2017

Analgetik


Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan anestetika umum) (Tjay dan Rahardja, 2007).

Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit (kepala) rangsanganrhebatnya, tetapi dapat pula menghindarkan sensasi rangsangan nyeri. nyeri merupakan suatu perasaan seubjektif pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni pada 44-45˚C (Tjay dan Rahardja, 2007).



Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkat (level) pada mana nyeri dirasakan untuk pertama kalinya. Dengan kata lain, intensitas rangsangan yang terendah saat orang merasakan nyeri. Untuk setiap orang ambang nyerinya adalah konstan (Tjay, dan Rahardja 2007).

Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya ganguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan lain. Nocireseptor ini terdapat Nocireseptorringan dan organ tubuh, kecuali di SSP. Dari sini rangsangan rangsangann ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan amat benyak sinaps via sumsumtulang belakang, sumsum lanjutan, dan otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay dan Rahardja, 2007).

Menuuut Tjay dan Rahardja (2007), atas dasar kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok besar, yakni :
a. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Analgetika antiradang termasuk kelompok ini.
b. analgetika narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri
hebat, seperti pada fractura dan kanker .

Menurut Tjay dan Rahardja (2007), secara kimiawi analgetika perifer dapat dibagi dalam bebrapa kelompok, yakni :
a. parasetamol
b. salisilat : asetosal, salisilamida, dan benorilat
c. penghambat prostaglandin (NSAIDs) : ibuprofen, dll
d. derivat-antranilat : mefenaminat, glafenin
e. derivat-pirazolon : propifenazon, isopropilaminofenazon, dan
metamizol
f. lainnya : benzidamin (Tantum)

Sensasi nyeri, tak perduli apa penyebabnya, terdiri dari masukan isyarat bahaya ditambah reaksi organisme ini terhadap stimulus. Sifat analgesik opiat berhubungan dengan kesanggupannya merubah persepsi nyeri dan reaksi pasien terhadap nyeri. Penelitian klinik dan percobaan menunjukkan bahwa analgesik narkotika dapat meningkatkan secara efektif ambang rangsang bagi nyeri tetapi efeknya atas komponen reaktif hanya dapat diduga dari efek subjektif pasien. Bila ada analgesia efektif,nyeri mungkin masih terlihat atau dapat diterima oleh pasien, tetapi nyeri yang sangat parah pun tidak lagi merupakan masukan sensorik destruktif atau yang satu-satunya dirasakan saat itu (Katzung, 1986).

Analgetik narkotik, kini disebut juga opioida (mirip opioat) adalah obat-obat yang daya kerjanya meniru opioid endogen dengan memperpanjang aktivasi dari reseptor-reseptor opioid (biasanya µ-reseptor) (Siswandono dkk, 2000).

Efek utama analgesik opioid dengan afinitas untuk resetor μ terjadi pada susunan saraf pusat; yang lebih penting meliputi analgesia, euforia, sedasi, dan depresi pernapasan. Dengan penggunaan berulang, timbul toleransi tingkat tinggi bagi semua efek (Katzung, 1986). 

Analgetik narkotik

Analgetika narkotik dapat menekan fungsi SSP secara selektif. Mekanisme kerja analgesik dengan pengikatan obat dengan sisi reseptor khas pada sel dalam otak dan spinal cord.

Struktur  yang memiliki peran penting dalam analgesik (dalam  morfin) :

  • Struktur bidang datar yang mengikat cincin aromatik obat melalui ikatan van der wall.
  • Tempat anionik yang berinteraksi dengan pusat muatan positif obat.
  • Lubang yang sesuai untuk –CH2-CH2- dari proyeksi cincin piperidin.


Hubungan Struktur Aktifitas Turunan Morfin :

eterifikasi dan esterifikasi gugus hidroksil fenol akan menurunkan aktivitas analgesik

eterifikasi, esterifikasi, oksidasi atau penggantian gugus hidroksil alkohol dengan halogen atau hidrogen dapat meningkatkan aktivitas analgesik

perubahan gugus hidroksil alkohol dari posisi 6 ke posisi 8 menurunkan aktivitas analgesik.

pengubahan konfigurasi hidroksil pada C6 dapat meningkatkan aktivitas analgesik

hidrogenasi ikatan rangkap c7-C8 dapat menghasilkan efek yang sama atau lebih tinggi

substansi pada cincin aromatik akan mengurangi aktivitas analgesik

pemecahan jembatan eter antara C4 dan C5 menurunkan aktivitas

pembukaan cincin piperidin menyebabkan penurunan aktivitas

Contoh obat :
1. Morfin
Morfin merupakan obat analgesik yang termasuk dalam golongan opioid. Morfin bekerja dengan cara mengikat reseptor opioid yaitu Mu atau yang biasa disebut MOR (Mu Opioid Reseptor). Morfin bersifat agonis karena morfin bekerja dengan cara mengaktivasi reseptor Mu yang terdapat pada sistem syaraf pusat.

Berawal dari terjadinya nyeri hebat atau nyeri dalaman dimana rasa nyeri terjadi akibat adanya kerusakan pada jaringan maupun sel-sel dalam tubuh sehingga merangsang pelepasan neurotransmiter nyeri oleh sistem syaraf pusat. Morfin yang merupakan obat analgesik narkotik bekerja dengan 2 mekanisme diantaranya menutup kanal ion Ca2+ dan menghambat pelepasan substansi P.



Morfin berikatan dengan reseptor Mu opioid lalu dihubungkan dengan protein G yang secara langsung mempengaruhi saluran K+ dan Ca2+. Pada keadaan normal protein G yang memiliki GDP yang mengikat sub unit α, β, γ dalam kondisi istirahat atau tidak aktif. Namun saat opioid berinteraksi dengan reseptornya, sub unit GDP terdisosiasi dan berubah menjadi GTP dengan mekanisme perubahan konformasi. GTP ini aka mendisosiasi subunit α sehingga terikat padanya. GTP yang terikat pada subunit α ini memerintahkan sel saraf untuk menurunkan aktifitas listriknya dengan meningkatkan pemasukan K+ dan menghambat pemasukan Ca2+. Dengan terikatnya GTP pada sub unit α juga dapat menghambat terbentuknya enzim adenilat siklase. Enzim ini merupakan enzim yang berperan sebagai messenger pada penyampaian pesan untuk sel saraf. Jika pembentukan enzim adenilat siklase dihambat maka pembentukan substansi P yang merupakan neurotransmiter nyeri juga dihambat, sehingga rasa sakitnya berkurang.


Indikasi Morfin: Nyeri akut yg berat, nyeri kronis sedang sampai berat sebagai suplemen anestesi sebelum operasi sebagai obat pilihan untuk nyeri pada infark miokard untuk menghilangkan ansietas pada pasien dgn dispnea karena kegagalan ventrikel kiri akut dan edema paru.

Kontra Indikasi Morfin: Hipersensitif terhadap morfin sulfat atau komponennya depresi pernafasan parah (tanpa peralatan resusitasi) asma akut atau berat diketahui atau dicurigai ileus paralitik. Injeksi intratekal dan epidural tidak boleh digunakan pada kasus pemberian yang kontraindikasi dengan rute ini, seperti infeksi pada tempat penyuntikan, perdarahan diatesis yg tidak terkontrol, penggunaan antikoagulan atau penggunaan kortikosteroid injeksi dalam 2 minggu.

Efek Samping Morfin: Depresi pernapasanSistem saraf: sakit kepala, gangguan penglihatan, vertigo, depresi, rasa mengantuk, koma, eforia, disforia, lemah, agitasi, ketegangan, kejang. Pencernaan: mual, muntah, konstipasi. Kardiovaskular: aritmia, hipotensi postural. Reproduksi, ekskresi dan endokrin: retensi urin, oliguria. Efek kolinergik: bradikardia, mulut kering, palpitasi, takikardia, tremor otot, pergerakan yang tidak terkoordinasi, delirium atau disorientasi, halusinasi. Lain-lain: Berkeringat, muka merah, pruritus, urtikaria, ruam kulit.

2. Kodein
Mekanisme kerja : Kodein merangsang reseptor susunan saraf pusat (SSP) yang dapat menyebabkan depresi pernafasan, vasodilatasi perifer, inhibisi gerak perilistatik usus, stimulasi kremoreseptor dan penekanan reflek batuk.

Indikasi : Meredakan nyeri hebat, antitusif, diare.

Kontraindikasi : Depresi saluran nafas, penyakit obstruksi paru-paru, juga pada kondisi dimana hambatan perilistatik harus dihindari, pada kejang perut.

Peringatan : Gangguan hati dan ginjal, menyebabkan ketergantungan, ibu hamil dan menyusui, hipersensitifitas opiat.

Efek samping : Euforia, gatal-gatal, muntah, mual, mengantuk, miosis, penahanan urine, depresi pernafasan dan jantung, depresi mental, lemah, gugup, insomnia, hipotensi, hipersensitif.
Penggunaan jangka panjang mengakibatkan toleransi ketergantungan.
Pada dosis besar menyebabkan kerusakan hati.

Interaksi obat
- Alkohol : meningkatkan efek sedatif dan hipotensi jika diberikan bersamaan
- Antiaritmia : memperlambat absorpsi meksiletin
- Trisiklik : efek sedatif meningkat jika diberikan bersamaan
- Antipsikotik : meningkatkan efek hipotensi dan sedatif
- Antitukak : simetidin menghambat metabolisme kodein


Analgetik non narkotik

Analgetik non narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan sampai moderat (analgetika ringan), juga sebagai antipiretik dan anti radang.

Mekanisme kerja :

  • Analgesik dengan menghambat secara langsung dan selektif enzim pada SSP yang mengkatalisis prostaglandin yang mencegah sensitisasi reseptor rasa nyeri.

  • Antipiretik dengan meningkatkan eliminasi panas.                
  • Antiradang dengan menghambat biosintesis prostaglandin dan mekanisme lainnya. 
Penggolongan analgetik non narkotik 


Analgetik-Antipiretik :

  • Turunan anilin dan p-aminofenol (asetanilid, fanasetin)

  • Turunan 5-pirazolon (antipirin, metampiron, propifenazon)
Contoh obat :
1. Paracetamol
Paracetamol adalah obat yang biasanya digunakan untuk mengobati rasa sakit nyeri yang umum, mulai dari sakit kepala, nyeri haid, sakit gigi, nyeri sendi, dan nyeri lainnya pada rubuh. Paracetamol juga bisa digunakan untuk meredakan demam. Paracetamol memiliki dua fungsi utama sebagai antipiretik dan analgesik.
Sebagai analgesik, paracetamol berfungsi sebagai pereda rasa sakit atau nyeri dari ringan hingga sedang yang bekerja langsung di sistem saraf pusat. Pada saat nyeri, paracetamol akan bekerja dengan cara menghambat rasa sakit dari perkembangan hormon prostaglandin. Dengan begitu, rasa nyeri yang kita rasakan akan berkurang.

2. Ibuprofen
Fungsi ibuprofen pada obat menstruasi yang utama memang mengurangi rasa sakit pada tubuh. Selain itu, ibuprofen yang tergolong dalam jenis NSAID (non steroidal anti Inflammatory drugs) ini, bekerja dengan cara yang berbeda dengan obat analgesik lainnya, seperti paracetamol.
Ketika Anda merasakan sakit, nyeri, atau mengalami peradangan, maka tubuh akan secara alami menghasilkan zat kimiawi yang disebut dengan prostaglandin. Sementara, ibuprofen mempunyai kemampuan untuk menghentikan prostaglandin dihasilkan oleh tubuh, sehingga rasa nyeri pada saat menstruasi pun hilang.


3. Aspirin
Obat aspirin, atau dalam dunia farmasi disebut asam asetil salisilat, yaitu bentuk olahan senyawa salisin yang terdapat dalam banyak tumbuhan. Senyawa ini memiliki beberapa fungsi, sesuai dosisnya. Pada dasarnya, fungsi aspirin pada obat menstruasi bekerja menghambat enzim yang memproduksi dan mengatur kerja hormon prostaglandin.

Jadi, semua hal yang melibatkan prostaglandin dapat dicegah oleh aspirin. Untuk menggunakan aspirin dengan dosisnya sebagai obat anti nyeri pada menstruasi, Anda bisa mengonsumsi sebanyak 300-900 mg, yang diberikan setiap 4-6 jam. Dosis maksimumnya adalah 4 gram sehari.


Antiradang bukan steroid [NSAID] :


  • Turunan salisilat (asam salisilat, salisilamida, asetosal)

  • Turunan 5-pirazolidindion (fenilbutazon, sulfinpirazon)

  • Turunan N-arilantranilat (asam mefenamat)

  • Turunan asam arilasetat (diklofenak, ibuprofen)

  • Turunan asam heteroarilasetat (asam tiaprofenat, fentiazak)

  • Turunan oksikam (piroksikam, tenoksikam)

  • Turunan lain-lain (benzidamin, asam niflumat)


    Turunan Salisilat

.

 










Hubungan  struktur aktivitas :

Senyawa anion salisilat aktif sebagai antiradang, gugus karboksilat penting untuk aktivitas dan letak gugus hidroksil harus berdekatan dengannya.

Turunan halogen dapat meningkatkan aktivitas tetapi toksisitas lebih besar

Adanya gugus amino pada posisi 4 akan menghilangkan aktivitas

Pemasukkan gugus metil pada posisi 3 menyebabkan metabolisme (hidrolisis gugus asetil) menjadi lebih lambat.
adanya gugus aril yang hidrofob pada posisi 5 dapat meningkatkan aktivitas

Turunan arilasetat













 (Asam meklofenamat, asam flufenamat, asam mefenamat, floktafenin, glafenin).


Hubungan struktur aktivitas :

Cincin benzen yang terikat atom N memiliki subtituen pada posisi 2, 3, dan 6 akan meningkatkan aktivitas

Jika gugus-gugus  pada N-aril berada diluar koplanaritas asam antranilat maka aktivitas  meningkat

Penggantian atom N pada asam antranilat dengan gugus isosterik seperti O, S, dan CH2 menurunkan aktivitas.
Turunan asam N-arilantranilat











(Ibuprofen, fenoprofen, ketoprofen, ibufenak, laksoprofen, diklofenak, flurbiprofen)


Hubungan struktur aktivitas :

pemisahan dengan lebih dari satu atom C akan menurunkan aktivitas

adanya gugus a-metil pada rantai samping asetat dapat meningkatkan aktivitas antiradang

adanya a-subtitusi menyebabkan senyawa bersifat optis aktif dan terkadang isomer satu  (isomer S) lebih aktiv dari isomer lainnya.

turunan ester dan amida memiliki aktivitas antiradang karena secara invivo dihidrolisis menjadi bentuk asamnya.

Daftar Pustaka

Katzung, Bertram G. 1986. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : Salemba Medika. 
Tjay.Tan Hoan dan K. Rahardja. 2007, Obat-obat Penting. Jakarta: PT. Gramedia.
Siswandono, dkk. 2000. Kimia Medisinal. Surabaya : Airlangga University Press

Pertanyaan

1. Jelaskan mekanisme efek samping salah satu obat analgetik non narkotik?
2. Gugus fungsi atau ikatan cincin apa yang terkandung didalam senyawa analgetik sehingga memiliki efek sebagai anti nyeri?
3. Apakah penggunaan obat analgetik diperbolehkan bersamaan dengan obat yang lain?
4. Bagaimana analgesik narkotik (morfin dan turunannya) bisa memiliki daya kerja meniru opioid endogen?
5. Bagaimana pengaruh dari obat analgesik, baik analgesik narkotik maupun non narkotik jika dikonsumsi dalam jangka panjang?
6. Apakah boleh digunakan kombinasi obat antara analgesik narkotik dengan analgetik non narkotik?
7. Apakah ibu hamil boleh mengonsumsi obat analgetik? Jika boleh berikan contoh obatnya
8. Bagaimana cara pemilihan obat analgetik yang baik? Dan ada pengaruh apa jika ada perbedaan penggunaan dosis pada obat?

24 komentar:

  1. hai risma, sepertinya saya bisa menjawab pertanyaan nomor 4: Bagaimana analgesik narkotik (morfin dan turunannya) bisa memiliki daya kerja meniru opioid endogen?

    Endorphin (morfin endogen) adalah kelompok polipeptidaendogen yang terdapat di CCS dan dapat menimbulkan efek yang menyerupai efek morfin. Zat-zat ini dapat dibedakan antara β-endorfin, dynorfin dan enkefalin (yun. Enkephalos = otak), yang menduduki reseptor-reseptor berlainan.secara kimiawi za-zat ini berkaitan dengan kortikotrofin (ACTH), menstimulasi pelepasanya juga dari somatotropin dan prolaktin. Sebaiknya pelepasan LH dan FSH dihambat oleh zat ini. β-endorfin pada hewan berkhasiat menahan pernapasan, menurunkan suhu tubuh dan menimbulkan ketagihan. Zat ini berdaya analgetis kuat, dalam arti tidak merubah persepsi nyeri, melainkan memperbaiki ‘’penerimaannya”. Rangsangan listrik dati bagian- bagian tertentu otak mengakibatkan peningkatan kadar endorphin dalam CCS. Mungkin hal ini menjelaskan efek analgesia yang timbul (selama elektrostimulasi) pada akupunktur, atau pada stress (misalnya pada cedera hebat).

    BalasHapus
  2. jawaban no 1. obat analgetik yang bekerja tidak spesifik pada enzim COX 2 dapat menimbulkan tidak terbentuknya prostaglandin, didalam lambung PG ini berfungsi untuk memproteksi lambung, dengan dihambatnya produksi PG dapat menyebabkan timbulnya ES berupa ulkus peptikum. COntoh dari obat ini adalah derivat antranilat seperti asam mefenamat

    BalasHapus
  3. Jawaban no 8 . Menurut sumber yang telah saya dapatkan cara pemilihan nya sbb:
    Bagaimana memilih obat yang paling tepat?

    Parasetamol sering menjadi pilihan utama banyak orang untuk mengobati sakit gigi, sakit kepala, demam, dan sebagainya. Obat yang mengandung parasetamol antara lain Tempra, Tylenol, atau Panadol. Obat ini biasanya dipilih karena sudah kebiasaan turun temurun.

    Meski demikian, menurut Andrew Moore, peneliti nyeri dari Universtias Oxofrd, parasetamol sebenarnya kurang begitu efektif menghilangkan nyeri.

    "Jika Anda mengonsumsi aspirin dengan dosis 500mg atau 1000 mg untuk dua tablet, sekitar 30 persen orang yang mengalami nyeri akut mendapat kesembuhan. Sementara untuk parasetamol dengan dosis sama, sekitar 40 persen sembuh. Untuk obat ibuprofen, dalam formulasi sekitar 400 mg atau dua tablet, yang mendapat kesembuhan sampai 50 persen," katanya.

    Moore sudah melakukan sejumlah kajian terhadap beberapa obat antinyeri yang dijual bebas. Menurutnya, untuk nyeri akut atau rasa sakit yang menyerang pada kejadian spesifik, misalnya operasi, luka terpotong, atau terbakar, maka pilihannya dari yang bekerja paling efektif adalah ibuprofen, diikuti parasetamol, baru aspirin.

    Sementara itu untuk nyeri kronik, misalnya sakit punggung bawah atau penyakit nyeri sendi, ibuprofen dianggap masih lebih unggul dibanding parasetamol. Beberapa penelitian memang mengungkapkan bahwa parasetamol tidak efektif mengatasi nyeri jenis ini.

    Bagaimana dengan sakit kepala yang kadang-kadang kambuh? Moore menjelaskan hanya sedikit penelitian yang fokus pada nyeri kepala tipe tegangan yang tidak selalu muncul.

    "Jika melihat pada data, maka obat pereda nyeri yang efektif untuk nyeri tersebut adalah tablet ibuprofen. Parasetamol tidak terlalu bagus dalam analgesik, tapi obat ini sering dipilih karena dianggap aman," paparnya.

    Yang menarik, ternyata parasetamol tidak seaman itu. Menurut Philip Conaghan yang meneliti tentang efek negatif obat, beberapa penelitian mengungkap adanya kelebihan dosis pada orang yang rutin mengonsumsi pereda nyeri ini untuk sakit kronis, dan juga adanya toksisitas di liver.

    Parasetamol merupakan penyebab utama penyakit gangguan liver akut di AS pada tahun 1998 - 2003. "Jangan menganggap obat yang dijual bebas pasti aman," kata Conaghan.

    BalasHapus
  4. Jawaban no 7
    Salah satu contoh obat analgetik yang aman digunakan untuk ibu hamil yaitu asetaminofen (parasetamol). Menurut medscape, kategori obat asetaminofen yaitu B, dimana dalam penelitian pada manusia tidak menunjukkan resiko setelah mengonsumsi obat tersebut. Ibuprofen aman digunakan untuk ibu hamil trimester 1 dan 2, tetapi beresiko untuk ibu hamil trimester 3

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut artikel yang saya baca mengenai analgetik untuk ibu hamil sebagai berikut :
      Pada wanita hamil obat analgesik sangat tidak dianjurkan kecuali parasetamol karena dapat mengganggu perkembangan janin

      Hapus
  5. saya ingin mencoba menjawab pertanyaan no 5
    penggunaan analgetik baik golongan narkotik maupun non-narkotik dalam jangka panjang tentu tidak baik bagi tubuh, terutama pada ginjal, obat ini dapat mengiritasi ginjal, kerusakan ginjal, hingga gagal ginjal. Sehingga diperlukan penggunaan yang rasional terhadap obat analgetika ini

    BalasHapus
  6. Saya akan cb mnjwb prtanyaan no 8, cara memilih analgetik yg baik yaitu kenali dulu gejala yg dirasakan. Lalu tingkat nyeri yg dirasakan, jk nyeri ringan sampai sedang ckup gunakan analgetik nonnarkotik yg byk dijual dipasaran. Namun, jk nyeri hebat dan tidak tertahan dpt gunakan analgetik narkotik tntu dg anjuran dan resep dokter. Lalu jk dosis diberikanberbeda tentu ada pengaruhnya trhadap efek farmakologis yg dihasilkan. Jk digunakan sesuai anjuran hasilny akan baik, nmun jk berlebihan mk dpt bersifat toksik.
    Terimakasih.

    BalasHapus
  7. hai risma, saya ingin mencoba menjawab soal no 5:pengaruh penggunaan analgesik dalam jangka panjang yaitu pada permasalahan pada ginjal, Meski obat analgesik tak menimbulkan efek samping yang berbahaya saat digunakan dalam dosis yang tepat, beberapa kondisi bisa berefek sebaliknya pada kesehatan ginjal.
    Misalnya saja, mengambil satu dosis atau kombinasi dari obat ini secara teratur dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko terjadinya masalah ginjal. Dan kebanyakan obat yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal adalah obat yang hanya bisa dibuang melalui ginjal.

    BalasHapus
  8. menurut pendapat saya kombinasi obat antara analgesik narkotik dengan analgetik non narkotik tidak boleh dikombinasikan karena akan mempengaruhi ketergatungan dan fly dan menyebabkan kerusakan pada orngan tertentu

    BalasHapus
  9. Saya ingin mencoba menjawab mengenai kombinasi analgetik narkotik dan non narkotik :
    Analgetika narkotik, khusus digunakan untuk mengahalau rasa nyeri hebat, seperti pada fractura dan kanker. Meskipun memperlihatkan berbagai efek farmakodinamik yang lain, golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri yang hebat. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Kombinasi dari dua atau lebih analgetika non narkotik sering kali digunakan, karena terjadi efek potensiasi (Tjay, 2002). Akan tetapi kombinasi analgetik narkotik dan non narkotik jarang dikombinasikan. Hal ini dikarenakan perbedaan kondisi penggunaannya. Selain itu dapat meningkatkan resiko toksisitas pada tubuh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya saya setuju dengan jawaban dari kak sholeha, karena apabila analgetik non narkotik di kombinasi dengan analgetik narkotik akan meningkatkan efek dari obat dan juga dapat meningkatkan efek toksisitas

      Hapus
  10. tambahan untuk kedua komentar diatas, kombinasi analgetik kurang direkomendasikan karena dapat meningkatkan efek kerja satu sama lain

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya setuju dengan pendapat cindra, menurut saya karena kerjanya yang sinergis kombinasi analgetik tidak disarankan melihat akan terjadinya toksisitas dalam tubuh yang sangat cepat dan berbahaya. namun menurut saya apa bila kombinasinya di beri selang waktu minumnya minimal 4 jam saya rasa bisa

      Hapus
  11. menurut saya jawaban no 3 boleh-boleh saja mengkombinasikan analgetik dengan obat lain, namun yang harus diperhatikan disini adalah kecocokan antara obat yang akan dikombinasikan

    BalasHapus
  12. saya akan menjawab pertanyaan nomor 7. berdasarkan beberapa artikel obat analgetik dapat digunakan untuk ibu hamil contoh obatnya ada paracetamol, ibuprofen.

    BalasHapus
  13. Berdasarkan FDA, obat analgetik yang paling aman bagi ibu hamil adalah Paracetamol

    BalasHapus
    Balasan
    1. benar apa yang disampaikan nisa, Analgetik Parasetamol (B)(dapat digunakan dengan dosis normal pada semua umur kehamilan, untuk indikasi analgetik antipiretik)

      Hapus
    2. Aspirin dapat digunakan, namun untuk trimester ketiga harus dihindari.

      Hapus
    3. saya setuju dengan jawaban annisa, dikarenakan obat-obat analgetik yang disarankan untuk ibu hamil adalah obat non narkotik dan paracetamol adalah gol non narkotik, namun harus segera di konsultasikan untuk masalah dosis dan aturan pemakaian lainnya

      Hapus
  14. 7. analgetik yang aman dikonsumsi ibu hamil adalah golongan non narkotik, seperti asam mefenamat dan ibuprofen.

    BalasHapus
  15. dari beberapa artikel yang saya baca, menurut saya Sampai saat ini obat analgetik yang aman untuk ibu hamil adalah Parasetamol (parasetamol murni, bukan produk dengan menambahkan kafein), jadi jika Anda mengalami demam atau sakit kepala yang umumnya terjadi pada kehamilan trimester pertama, maka memilih obat ini bisa membantu Anda dengan aman. Hindari ibuprofen – obat anti-inflamasi ini mengandung risiko yang lebih tinggi karena dapat menyebabkan keguguran pada tahap awal kehamilan, dan pada kehamilan yang sudah tua bisa meningkatkan risiko kelahiran prematur. Jangan minum obat penghilang rasa sakit lainnya tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu.

    BalasHapus
  16. no 5.
    pengaruh penggunaan analgetik narkotik jangka panjang akan menyebabkan gangguan pada ssp sehingga menyebabkan ketergantungan sedangkan jika mengonsumsi obat analgetik non narkotik dalam jangka panjang menyebabkan iritasi lambung,kerusakan hati dan ginjal.

    BalasHapus
  17. penggunaan obat analgetik bersamaan dengan obat lain boleh saja asal antara obat yang dikombinasikan tersebut bukan obat yang meiliki kontra indikasi dengan obat analgetik tersebut, dan dengan dosis yang tepat disesuaikan dengan kondisi pasien danpenyakit pasien

    BalasHapus
  18. Sebuah studi yang telah dilakukan dan diterbitkan pada tahun 2011 oleh Canadian Medical Association Journal mengatakan bahwa wanita yang mengkonsumsi obat jenis dan dosis nonaspirin Anti-Inflamasi nonsteroid di awal kehamilannya memiliki risiko 2,4 kali lebih besar mengalami keguguran

    BalasHapus

Oxamniquine

Oxamniquine adalah tetrahydroquinoline semisynthetic dan mungkin dilakukan dengan cara mengikat DNA, mengakibatkan kontraksi dan kelumpu...